EFEK INDUKSI
EFEK INDUKSI
Sifat induksi terjadi karena adanya perbedaan
keelektronegatifan . Gejala elektrostatik diteruskan melalui rantai
karbon. Efek induksi terdiri atas dua yaitu +I (pendorong
electron) dan –I (penarik electron). Menurut konvensi gugus penarik
electron yang lebih besar dari hydrogen H merupakan efek induksi –I sedangkan
gugus penarik electron yang lebih lemah dari hydrogen H merupakan efek induksi
+I.
Gugus alkil yang terikat pada gugus fungsi senyawa
organik merupakan gugus pendorong elektron, dimana semakin besar alkil yang
terikat pada gugus fungsi akan mengakibatkan factor +I semakin besar.
Berikut
ini urutan reaktifitas induksi –I (penarik electron) adalah sebagai
berikut:
-Cl > -Br > -I > -OCH3 > -OH > -C6H5 > -CH+CH2 > -H
Sifat induksi yang dimiliki sernyawa tersebut
mempengaruhi reaktivitas molekul senyawa organik tersebut, mis. senyawa asam
karboksilat akan mempengaruhi sifat keasaman senyawa asam karboksilat dan pada
senyawa alkil halida akan mempengaruhi gugus lepas pada reaksi substitusi dan
eliminasi sedangkan senyawa karbonil akan mempengaruhi jalannya reaksi adisi
nukleofil, dan sebagainya.
Senyawa asam karboksilat antara asam asetat dengan asam ά-kloro asetat, sifat
keasaman ke dua senyawa akan berbeda , dimana gugus metil CH3 pada asam asetat
bersifat +I (pendorong electron) sehingga atom C pada gugus karboksilat lebih
bermuatan positif sehingga H+ dari asam asetat sulit lepas daripada asam
ά-kloro asetat. Jika H+ susah lepas maka keasaman akan berkurang (Ka kecil) dan
pKa besar. Gugus Cl pada posisi ά pada asam ά-kloro asetat bersifat sebagai –I
(penarik electron) sehingga atom C pada gugus karboksilat kurang bermuatan
positif sehingga H+ dari asam asetat mudah lepas maka keasaman akan bertambah
(Ka besar) dan pKa kecil. Jadi sifat keasaman senyawa ά-kloro asetat > asam
asetat.
Untuk senyawa asam karboksilat yang mempunyai sifat induksi +I (pendorong
electron) yang semakin besar maka sifat keasaman senyawa akan berkurang, mis.
sifat keasaman dari asam asetat > asam propionate.
Senyawa asam karboksilat yang sifat penarik electron semakin kuat maka sifat
keasaman senyawa akan bertambah, mis. senyawa ά-kloro asetat dengan ά-fluoro
asetat. Fluor F lebih elektronegatif daripada klor Cl, maka keasaman
ά-fluoro asetat > ά-kloro asetat.
Untuk senyawa asam karboksilat yang mempunyai sifat induksi -I (penarik
electron) yang semakin besar maka sifat keasaman senyawa akan bertambah. Semakin
jauh gugus penarik electron maka sifat keasaman senyawa asam karboksilat akan
berkurang (http://kampungilmu-fst12.web.unair.ac.id/artikel_detail-116245-Kimia%20Organik-SIFAT%20INTRAMOLEKULAR.html).
Dalam suatu ikatan
kovalen tunggal dari atom yang tak sejenis, pasangan electron yang membentuk
ikatan sigma, tidak pernah terbagi secara merata di antara kedua atom. Electron
memiliki kecenderungan untuk tertarik sedikit ataupun banyak kea rah atom yang
lebih elektronegatif dari keduanya. Misalnya dalam suatu alkil klorida,
kerapatan electron cenderung lebih besar pada daerah didekat atom Cl daripada
atom C. sebagai penunjuk bahwa atom yang satu lebih elektronegatif, secara umum
dituliskan sebagai berikut:
Jika atom karbon terikat pada klorin
dan ia sendiri berikatan pada atom karbon selanjutnya, efek induksi dapat
diteruskan pada karbon tetangganya.
Akibat dari pengaruh atom klorin,
electron pada ikatan karbon klorin didermakan sebagian ke klorin, sehingga
menyebabkan C1 sedikit kekurangan electron. Keadaan C1 ini menyebabkan C2 mesti
mendermakan juga sebagian elektronnya pada ikatan C2 dengan C1 agar menutupi
kekurangan electron di C1. Begitu seterusnya. Namun, efek ini dapat hilang pada
suatu ikatan jenuh (ikatan rangkap), efek induktif ini juga semakin mengecil
jika melewati C2. Pengaruh distribusi electron pada ikatan sigma ini dikenal
sebagai efek induksi.
Sebagai perbandingan relatifitas efek
induksi, kita memilih atom hydrogen sebagai molekul standarnya, misalnya CR3-H
(http://aura28.blogspot.co.id/2012/10/efek-induksi-dan-mesomeri.html)
- Jika
ketika atom H dalam molekul ini diganti dengan Z (atom ataupun gugus), kemudian
kerapatan electron pada bagian CR3 pada molekul ini berkurang
daripadadalam CR3-H, maka Z dapat dikatakan memiliki suatu efek – I (efek
penarik electron / electron-withdrawing / electron-attracting). Contoh gugus
dan atom yang memiliki efek – I: NO2, F, Cl, Br, I, OH, C6H5-.
- Jika
kerapatan electron dalam CR3 bertambah besar dari pada dalam CR3-H, maka Z
dikatakan memiliki efek + I (efek pendorong electron / electron-repelling /
electron-releasing). Contoh gugus dan atom yang memiliki efek + I: (CH3)3C-,
(CH3)2CH-, CH3CH2-, CH3-.
Terima kasih postingannya sist, ditunggu postingan selanjutnya :)
BalasHapusSama sama saudari nurhidayah
HapusTerimakasih atas materinya sangat bermanfaat , bisa dijelaskan efek induksi untuk ikatan ionik? Terimakasih
BalasHapusUntuk senyawa asam karboksilat yang mempunyai sifat induksi I+ (pendorong electron) yang semakin besar maka sifat keasaman senyawa akan berkurang, misalnya sifat keasaman dari asam asetat > asam propionate. Senyawa asam karboksilat yang sifat penarik electron semakin kuat maka sifat keasaman senyawa akan bertambah, misalnya senyawa ά-kloro asetat dengan ά-fluoro asetat. Fluor F lebih elektronegatif daripada klor Cl, maka keasaman ά-fluoro asetat > ά-kloro asetat.
HapusTerima kasih atas penjelasannya sangat bermanfaat
BalasHapusTrimakasih kembali lizaa
HapusTerimakasih materinya sangat bermanfaat dan bisa dijadikan refrensi tapi lebih baik ada gambar" contohnya juga untuk setiap contoh senyawa
BalasHapusTrimakasih kembali ula, trimakasih juga sarannya
HapusTerima kasih atas materinya, sangat bermanfaat sekali😃
BalasHapus